Minggu, 25 April 2021

ABS

 

Apa sih ABS itu?

Anti-lock Braking System??

atau singkatan dari Asal Bapak Senang??

Keduanya memang benar akronim dari ABS, lalu apa koneksi dari keduanya jika dihubungkan dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.

Tujuan Pendidikan dan Konsep Pemikiran KHD

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan bertubuh sehat. Bagaimanakah citra manusia di Indonesia berdasarkan konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara itu?

Pertama, manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Kedua, manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi (tahu banyak dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuknya (misalnya: karena rekayasa penjajah berupa indoktrinasi). Manusia yang maju pikirannya adalah manusia yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya, dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk pembodohan.

Ketiga, manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada tataran fisik atau tubuh adalah yang tidak semata sehat secara jasmani, tapi lebih-lebih memiliki pengetahuan yang benar tentang fungsi-fungsi tubuhnya dan memahami fungsi-fungsi itu untuk memerdekakan dirinya dari segala dorongan ke arah tindakan kejahatan. Dalam praksis kehidupan, kemajuan dalam tubuh bisa dipahami sebagai memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis.

Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas selaras dengan tujuan pendidikan Indonesia saat ini yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pendidikan mengembangkan aspek Kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap), dan Psikomotor (Keterampilan).

Ki Hadjar Dewantara memaparkan konsep-konsep pemikiran demi tercapainya Tujuan Pendidikan tersebut, Konsep-konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah:

1.      Menuntun ( mengarahkan/membimbing ) peserta didik

2.      Menggunakan Filosofi Petani dalam memberikan pengajaran terhadap peserta didik

3.      Menanamkan budi pekerti yang baik kepada peserta didik (pembentukan karakter)

4.      Ciptakan suasana sekolah seperti rumah sendiri sehingga peserta didik merasa senang dan nyaman belajar dengan menerapkan konsep belajar bermain tradisonal sesuai dengan budaya dan tradisi kita.

5.      Menerapkan pendidikan yang berpihak kepada peserta didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik.

Dari kelima konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara di atas, jika dapat penulis simpulkan menjadi satu maka konsep Menerapkan Pendidikan yang berpihak kepada peserta didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik merupakan konsep yang bisa menampung/mengintegrasikan konsep-konsep lainnya. Lalu apa hubungan ABS dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut? Mari kita analogikan!

 

 Asal Bapak Senang

ABS yang satu ini asalmulanya adalah nama sebuah band yang dibentuk oleh Pasukan Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) saat itu bernana Detasemen Kawal Pribadi (DKP) pada pemerintahan Presiden Sukarno. Dikala itu Presiden Sukarno suka musik dan menari, Ia pernah punya ajudan bernama Nelson Tobing yang pandai bernyayi, Tari kesukaan Presiden Sukarno adalah tari lenso yang merupakan tarian muda-mudi dari daerah Maluku dan Minahasa. Untuk mengiringi tarian Sukarno tersebut di istana, maka Detasemen Kawal Pribadi (DKP) membentuk band bernama Asal Bapak Senang (ABS). “Istilah tersebut suci murni, tidak mengandung muatan politik sedikit pun. Band kami menjadi tersohor karena singkatan ini. Satu-satunya band yang dapat mengikuti kehendak Bung Karno hanya band polisi pengawal pribadi Sukarno” kata Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian tentang Bung Karno, 1945-1967 (1999:133)

ABS adalah singkatan dari Asal Bapak Senang (sebutan untuk kata-kata, sikap manis yang dilakukan untuk menyenangkan hati atasan). Istilah ini semakin santer bermakna demikian saat jaman Orde Baru. Sekarang-sekarang ini istilah ini mulai meluas lingkupnya, bisa berarti Asal Boss Senang, Asal Bapak (Guru) Senang, Asal Bu (Guru) Senang. Memang maknanya masih serupa yaitu perilaku baik ucapaan maupun perbuatan yang dilakukan hanya untuk membuat orang lain senang. Walaupun mungkin perkataan atau perbuatan tersebut tidaklah baik/benar tapi tetap dilakukan agar dipandang patuh/menurut atas apa yang diperintahkan. Perilaku tersebut bisa muncul dikarenakan adanya pertentangan dari dalam diri seseorang akibat dari timbulnya rasa takut akan ancaman dan hukuman serta keinginan untuk “dianggap” baik/patuh. Dewasa ini dalam dunia pendidikan sikap semacam ini sering dilakukan oleh beberapa siswa untuk “membuat senang” bapak/ibu gurunya dengan memunculkan sikap/karakter palsu.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia adalah pendidikan yang tidak memakai syarat paksaan, ancaman apalagi hukuman. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam khasanah nilai-nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih sayang, cinta akan kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan. Hal tersebut tertuang dalam konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa Pendidikan harus berpihak kepada anak/peserta didik, bahwa pendidikan harus dilaksanakan dengan penuh kasih sayang sehingga terciptanya jalinan emosi yang erat antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa akan merasa dekat dengan guru, sehingga timbul karakter yang alami, murni muncul dari dalam diri. Bukan karakter pura-pura, yang timbul akibat adanya paksaan dan hukuman.

 

Anti-lock Braking System

Secara sederhana, Anti-lock Braking System (ABS) dapat dipahami sebagai sebuah sistem pengereman yang mencegah kendaraan mengunci roda saat Anda mengerem mendadak. Sistem pengereman seperti ini dulu diterapkan pada pesawat terbang saja. Namun, kini juga sudah diadopsi pada kendaraan yang lebih kecil seperti motor dan mobil. Pada kendaraan model lama atau yang tidak menggunakan sistem ABS, roda akan otomatis mengunci saat Anda mengerem mendadak. Hal ini tentu berbahaya karena Anda akan kehilangan kontrol kemudi. Oleh karena itu sistem ABS tidak ada dalam komponen rem tromol, lain halnya saat kendaraan Anda memiliki pengereman ABS, laju kendaraan akan tetap stabil meski saat mengerem mendadak. Pada rem ABS, saat Anda tiba-tiba mengerem, sensor akan langsung mendeteksi gerakan kendaraan. Sensor ini kemudian akan langsung terhubung pada piston rem. Sensor canggih pada ABS dapat membantu mendeteksi ketika roda mengunci. Kemudian, modulator secara otomatis akan menerima sinyal ketika hal tersebut terjadi. Setelah itu, piston rem pada motor akan mengendurkan tekanan pada minyak rem dari caliper. Begitu roda berputar kembali, piston akan mengeraskan tekanan rem. Tekanan pada piston rem akan kembali pada tingkatan normal jika penguncian pada roda motor berkurang. Peningkatan pada minyak rem juga hanya terjadi 15-50 kali per detik.

Perkembangan ABS pada kendaraan bermotor sekarang ini semakin canggih. Pada 1950-an, sistem pengereman rem ABS mulai dikembangkan untuk kendaraan roda empat. Dilansir dari Auto Express, mobil jalan raya pertama yang dilengkapi ABS adalah Jensen FF tahun 1966. FF merupakan mobil sport pertama yang memiliki fitur gerak empat roda dengan rem ABS. Rem ABS yang digunakan buatan Maxaret yang menggunakan teknologi hidrolik, yang notabene terlalu rumit dan mahal. Baru pada tahun 1978 penerapan awal ABS dengan sistem elektronik pada kendaraan mobil Mercedes Benz dan Bosch pada mobil model S-Class. Perkembangan selanjutnya sistem pengereman ABS mulai diterapkan pada kendaraan roda dua. Pemasangan Rem ABS awal dipasang pada rem roda depan di kendaraan motor/mobil, tapi dewasa ini seiring dengan perkembangan teknologi rem ABS dipasang juga pada roda belakang motor/mobil.

           Lalu apa kaitannya Anti-lock Braking System ini dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan. Jika kita lihat dari sistem pengereman umumnya (sistem Tromol atau Cakram Biasa) pengeraman akan terjadi secara konstan sesuai dengan tuas rem yang kita tarik/injak. Pengereman semacam ini jika dalam kondisi mengerem secara mendadak maka akan bisa menyebabkan roda tekunci. Jika sirtuasi seperti itu terjadi pada kondisi jalan yang licin, akan mengakibatkan laju kendaraan menjadi selip dan pengemudi akan kehilangan kontrol dari kendaraannya. Kondisi tersebut akan mengakibatkan kendaraan terus melaju tak terkendali hingga bisa menimbulkan kecelakaan. Berbeda dengan pengereman yang sudah menerapkan teknologi ABS, sistem pengereman akan terjadi berulang kali dalam sepersekian detik. Sehingga roda tidak terkunci dan pengemudi masih bisa mengendalikan kemudi untuk menghindari musibah yang mungkin bisa terjadi. Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa pengereman tidak bisa dilakukan secara sama untuk kondisi tertentu. Dengan sistem ABS pengereman akan mempunyai personalisasi sendiri sesuai situasi yang tertangkap sensor pada sistem tersebut. Hal ini sejalan dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan bahwa sistem pendidikan harus memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik.

Konsep pemikiran tersebut dapat kita maknai kita sebagai pendidik harus menempatkan peserta didik sebagai subyek, bukan obyek pendidikan. Artinya, peserta didik diberi ruang yang seluasnya untuk melakukan eksplorasi potensi-potensi dirinya dan kemudian berekspresi secara kreatif, mandiri dan bertanggungjawab. Seperti kita ketahui bahwa setiap peserta didik mempunyai karakter, dan kemampuan yang berbeda-beda. Olehkarena itu kita jangan menerapkan pola/metode yang sama apalagi mengharap output yang sama sesuai yang kita inginkan. Analogi sederhananya adalah janganlah kita adakan perlombaan berenang untuk hewan air (ikan) dengan hewan udara (burung). Atau lah perlombaan memanjat pohon untuk hewan mamalia (monyet) dengan hewan mamalia lain (kambing). Dari analogi tersebut dapat kita pelajari bahwa setiap hewan mempunyai karakter dan kemampuan masing masing. Begitu juga peserta didik sebagai manusia tentu juga memiliki hal yang sama.

 

Kesimpulan

Meskipun Ki Hadjar Dewantara belajar ilmu kependidikan di barat, dia tidak mau menerapkan sistem pendidikan barat di Indonesia. Sistem barat dipandangnya tidak cocok karena dasar-dasarnya adalah perintah, hukuman dan ketertiban yang bersifat paksaan. Pendidikan model ini, menurut Ki Hadjar, merupakan upaya sistematik dalam perkosaan terhadap kehidupan batin anak-anak. Hal itu jelas berbahaya bagi perkembangan budi pekerti anak-anak sebab pendidikan demikian tidak membangun budi pekerti anak-anak, melainkan merusaknya. Paksaan dan hukuman dalam proses pendidikan yang kadangkala tidak setimpal dengan kesalahan anak didik bukannya memperkuat mentalitas anak-anak, melainkan memperlemahnya di kemudian hari. Anak tidak menjadi pribadi yang mandiri, tidak memiliki inisiatif, tidak kreatif. Dalam kehidupan nyata ia tidak dapat bekerja kalau tidak dipaksa dan diperintah. Jadi, produk pendidikan barat, di hadapan Ki Hadjar, adalah manusia-manusia pasif yang dangkal kesadarannya untuk berkreasi secara mandiri.

Mendidik adalah mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Praksis pendidikan dalam perspektif ini memang mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya membangun kesadaran, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat “hukuman”. Berdasarkan metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang dalam penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai kultural yang khas Indonesia. Maka pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang dalam potensi-potensi diri (kognisi, afeksi, psikomotorik, konatif, kehidupan sosial dan spiritual). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan metode paksaan, tapi memberi pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan sosialnya. Guru boleh terlibat langsung dalam kehidupan anak tatkala anak itu dipandang berada pada jalan yang salah. Tapi pada prinsipnya tidak bersifat paksaan. Keterlibatan pada kehidupan anak tetap dalam konteks penyadaran dan asas kepercayaan bahwa anak itu pribadi yang tetap harus dihormati hak-haknya untuk dapat bertumbuh menurut kodratnya.

Jadi mari kita selaku pendidik melaksanakan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu: Menerapkan Pendidikan yang berpihak kepada peserta didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik. Kita lakukan konsep ABS, yaitu

Ajari kami sesuai Bakat dengan penuh kasih Sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  ZERO WASTE IS POSSIBLE (Sebuah langkah kecil SMAN 1 Babakan Kab. Cirebon dalam mendukung kelestarian lingkungan)   A.     Latar Bela...