Sabtu, 03 Juli 2021

 

ZERO WASTE IS POSSIBLE

(Sebuah langkah kecil SMAN 1 Babakan Kab. Cirebon dalam mendukung kelestarian lingkungan)

 

A.    Latar Belakang

Gaya hidup modern mendorong manusia untuk terus menerus membutuhkan banyak barang. Kita nggak sadar kalau membeli barang sama saja menghasilkan sampah, apalagi barang sekali pakai. Aktivitas manusia semakin beragam setiap harinya, dan semakin banyak pula barang dan produk yang dibeli sehingga sampah yang dihasilkan sudah melebihi dari kemampuan alam untuk menyerapnya. Kita lupa bahwa lautan dan sungai sudah tercemar, serta miliaran ton tumpukan sampah yang dihasilkan manusia tidak bisa terurai atau didaur ulang. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah meluap dan tidak lagi bisa menampung timbunan sampah. Studi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa hanya 7% sampah di Indonesia yang dapat dikompos dan didaur ulang, dan 69% produksi sampah hanya ditimbun di TPA dan produksi sampah harian bisa mencapai ratusan ribu ton.

Saat ini masyarakat dunia sedang hidup dalam ekonomi linear, dimana sumber daya alam diambil untuk dikelola menjadi produk, dan limbahnya tidak didaur ulang atau digunakan kembali. Ekonomi linear juga berdampak besar Indonesia telah mengalami urbanisasi dan pembangunan ekonomi yang berhasil mengangkat jutaan orang dari kemiskinan. Daya beli dan pola konsumsi meningkat, tingkat produksi setiap tahunnya bertambah karena permintaan pasar, sehingga berdampak kepada kualitas udara, kesehatan manusia dan jumlah produksi sampah yang dihasilkan.

 Konsep ekonomi linear adalah "Ambil - Pakai - Buang" yang berdampak buruk untuk lingkungan

 

Riset dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyimpulkan bahwa produksi sampah nasional di Indonesia mencapai 175.000 ton per hari. Rata-rata satu orang penduduk Indonesia menyumbang sampah sebanyak 0.7kg per hari. Jika dikalkulasi dalam skala tahunan, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 64juta ton! Indonesia termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Banyaknya penduduk yang tinggal di sebuah negara tentunya akan menumpulkan sejumlah persoalan, diantaranya adalah produksi sampah dan pengolahannya. Oleh karena itu, zero waste sangat dibutuhkan untuk menjadi solusi terhadap permasalahan sampah.

Dalam lingkup kecil di sekolah kami SMAN 1 Babakan Kab. Cirebon volume sampah yang dihasilkan setiap harinya mencapai 8-10 tempat sampah dorong (Krisbow Besar). Biasanya yang kami lakukan pada sampah-sampah tersebut adalah dengan menimbun di TPS di sekolah kami lalu membakarnya. Hal tersebut tidaklah efektif bahkan menimbulkan problem lain yaitu polusi akibat pembakaran sampah tersebut. Masalah akibat menimbun sampa terutama sampah plastik adalah sampah plastik membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terurai. Mengingat masalah kebersihan adalah tanggung jawab seluruh warga sekolah maka perlu ada upaya terstruktur untuk menerapkan budaya positif untuk menjaga kelestarian lingkungan di sekolah.

Oleh karena itu kami pada tahun 2020 awal telah melakukan sebuah langkah kecil dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan di sekolah kami. Langkah kecil itu kami sebut dengan istilah Zero Waste. Bukan sebuah istilah baru, tapi mungkin program tersebut baru pertama kali dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan di wilayah kami. Bahwa penanaman budaya positif harus dilakukan terus menerus maka di awal tahun ajaran 2021/2022 ini kami akan meneruskan program yang sempat terhenti dikarenakan pandemi.

 

B.     Tujuan

Tujuan dari program ini adalah:

1.      Terciptanya peserta didik yang menghargai lingkungan yang sehat dengan menerapkan budaya bersih dan bebas dari sampah plastik.

2.      Berkurangnya volume sampah terutama sampah plastik sekali pakai di sekolah

3.      Tumbuhnya kepedulian terhadap lingkungan

 

C.    Deskripsi Program

1.      Pengertian Zero Waste

Zero waste atau bebas sampah adalah sebuah konsep yang mengajak kita untuk menggunakan produk sekali pakai dengan lebih bijak untuk mengurangi jumlah dan dampak buruk dari sampah. Istilah lainnya adalah suatu upaya konservasi sumber daya yang melibatkan produksi, konsumsi, penggunaan kembali, dan pemulihan produk hingga kemasannya. Sederhananya, zero waste adalah suatu gerakan untuk tidak menghasilkan sampah dengan cara mengurangi kebutuhan, menggunakan kembali, mendaur ulang, bahkan membuat kompos sendir Tujuannya adalah agar sampah tidak berakhir di TPA, menjaga sumber daya dan melestarikan alam.

2.      Manfaat Zero Waste

a.    Minim sampah

Karena tujuan utama zero waste adalah mengurangi dan mengeliminasi sampah, tentunya manfaat utama yang paling dirasakan adalah produksi sampah menjadi berkurang.

b.    Kamu jadi sehat

 Menerapkan gaya hidup zero waste akan membuat kamu jadi lebih sehat. Kamu tidak lagi mengonsumsi makanan instant dalam kemasan dan beralih ke makanan non kemasan seperti sayuran dan buah. Kamu akan lebih memprioritaskan makanan yang kamu konsumsi dan tidak membeli jajanan makanan ringan dalam kemasan yang tidak perlu.

c.    Hemat

 Karena kamu tidak lagi mengonsumsi makanan instant dalam kemasan yang menghasilkan sampah plastik, kamu akan beralih ke belanja sayuran dan buah di pasar. Gaya belanja kamu akan lebih banyak perhitungan karena sebisa mungkin kamu akan membeli makanan tanpa kemasan, yang lebih banyak didapatkan di pasar tradisional dengan harga yang murah.

3.      Metode Zero Waste

Zero waste sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dijalani. Sebagai permulaan, kita dapat memulainya dari rumah. Contohnya, ketika membersihkan dapur, kita dapat memakai kain sebagai alat bersih-bersih daripada tisu. Dengan demikian, kita sudah mengurangi sampah tisu. Kemudian, ketika berbelanja usahakanlah berbelanja di toko yang berada di sekitar rumah daripada di supermarket besar. Gunakanlah tas belanja yang dibawa sendiri dari rumah ketika berbelanja. Selain menyokong ekonomi lokal, kita juga mengurangi pemakaian plastik yang berbahaya bagi alam. Untuk memaksimalkan hidup yang bebas limbah, SMAN 1 Babakan menerapkan metode zero waste yang terdiri dari 5R, yaitu:

a.       Refuse (menolak)

Menolak penggunaan sampah plastik sekali pakai yang sering digunakan oleh kalangan siswa, yaitu: plastik es, sedotan, dan tempat makan berbahan sterofoam.

b.      Reduce (mengurangi)

Mengurangi pemakaian sampah plastik atau menahan membeli makanan/minuman yang memakai kemasan plastik.

c.       Reuse (menggunakan kembali)

Menggunakan kembali tempat makan/minum berbahan plastik berupa botol tumbler atau tepak makan, serta membawa alat makan berupa sendok dan sedotan berbahan stainlessteel pribadi.

d.      Recycle (mendaur ulang)

Mendaur ulang sampah plastik yang terpakai seperti botol minuman mineral dan kemasan makanan dengan membuat ecobrick. Setiap siswa mempunyai ecobrick masing2 yang dibuat dari sampah plastik yang ia gunakan. Ada penghargaan setiap bulannya bagi siswa yang paling sedikit memakai sampah plastik dari ecobrick yang mereka kumpulkan. Ecobrick yang sudah penuh digunakan untuk menghias taman di depan kelas masing2.

e.       Rot (membusukkan sampah)

Membusukkan sampah organik dengan membuat biopori di berbagai tempat di lingkungan sekolah.

4.      Proses Pembudayaan di Sekolah

a.       Dimulai dengan meminta arahan kepada kepala sekolah perihal program yang akan diterapkan.

b.      Berkonsolidasi dengan rekan sejawat untuk mendukung dan berkontribusi dalam kegiatan.

c.       Memberi pemahaman kepada peserta didik akan pentingnya lingkungan yang sehat serta bebas sampah plastik serta dampaknya bagi lingkungan global.

d.      Bermusyawarah dengan penjaga kantin sekolah tentang strategi dalam penerapan program.

e.       Memasang spanduk atau poster tentang budaya lingkungan yang sehat dan bersih.

f.       Menggerakkan organisasi untuk menjadi pionir program dan pengawasan.

5.      Panduan Penanaman Budaya Positif



a.       Diajarkan

Siswa diajarkan tentang pola hidup bersih dan sehat, serta bagaimana menjaga lingkungan yang bersih dan sehat, diajarkan pula dampak jika melakukan perilaku yang kotor, diajarkan pula untuk mengambil bagian dari pelestarian lingkungan global dimulai dari diri sendiri, teman, keluarga dan terakhir bisa menggerakkan masyarakat.

b.      Dibiasakan

Siswa dibiasakan untuk melakukan pola hidup bersih, membuang sampah ke tempatnya, mengambil sampah yang ditemui, membawa botol minum dan perlengkapan makan sendiri.

c.       Dilatih Konsisten

Mengarahkan jika belum dikerjakan, ditegur dan dinasehati jika melakukan pelanggaran, diberi apresiasi jika sudah melakukan sesuai program.

d.      Menjadi Terbiasa

Muncul sebagai kebiasaan yang tanpa disadari dilakukan secara otomatisasi

e.       Menjadi Karakter

Timbul karakter cinta kebersihan, karakter menjaga lingkungan, dan rasa tidak nyaman jika lingkungan kotor/sampah berserakan.

f.       Menjadi Budaya

Terciptanya komunitas di sekolah yang berbudaya hidup bersih dan cinta lingkungan. Grandesainnya adalah bisa menularkan karakter budaya positif kepada keluarga dan masyarakat.

 

D.    Indeks Keberhasilan Program

Indeks keberhasilan program ini adalah:

1.      Berkurangnya volume sampah.

Berdasar hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas kebersihan volume sampah umum berkurang secara drastis dari yang sebelumnya mencapai 8-10 tempat sampah besar menjadi berkurang setengahnya 4-5 tempat sampah besar (Krisbow Dorong)

2.      Berkurangnya pemakaian sampah plastik sekali pakai

Berdasar hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas kebersihan jenis sampah sebelum peaksanaan program didominasi plastik sekali pakai, tetapi setelah pelaksanaan program jenis sampah terbanyak adalah jenis daun-daunan dan kertas yang mudah terurai.

3.      Muncul kepedulian terhadap lingkungan

Berdasar hasil pengamatan langsung dan survey yang dilakukan kepada seluruh warga sekolah terdapat peningkatan rasa kepedulian terhadap lingkungan ditandai dengan membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah berdasar jenisnya, memungut sampah yang dijumpai di sekitarnya, mengumpulkan sampah plastik dijadikan ecobrick, serta memanfaatkan ecobrick menjadi barang yang tepat guna.

 

E.     Evaluasi Program

Dari pelaksanaan program yang sempat berjalan pada awal tahun 2020 terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang yaitu:

1.      Masih ada beberapa murid yang jajan diluar kantin sekolah dengan memakai plastik sekali pakai sehingga program ini masih terkesan dijalankan di dalam sekolah saja belum menjadi kebiasaan diri, menjadi karakter lalu menjadi budaya.

2.      Terdapat keluhan dari penjaga kantin perihal beberapa anak yang ingin menambah air minum yang dibeli dikarenakan botol tumbler yang mereka bawa berukuran besar, sehingga air isi ulang kantin lebih cepat habis yang pada akhirnya menambah pengeluaran.

 

F.     Rencana Tindak Lanjut

Dari evaluasi program di atas, maka rencana tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah:

1.      Menanamkan kesadaran kepada peserta didik bahwa menjaga lingkungan itu kewajiban kita semua, dan meminimalisir penggunaan sampah plastik sekali pakai adalah cara yang efektif dalam menjaga lingkungan global.

2.      Memberikan pengertian kepada peserta didik untuk membeli minuman sesuai takaran yang ada.

 

G.    Penutup

Tidak sedikit yang pesimis dan sarkastik dengan istilah nol sampah dan menganggap bahwa itu tidak mungkin dilakukan. Mana mungkin manusia hidup di zaman modern seperti ini tidak menghasilkan sampah? Tidak mudah untuk mengaplikasikan gaya hidup nol sampah di tengah infrastruktur dan masyarakat yang belum mendukung. Masih banyak kita temukan makanan dan minuman dengan plastik di pasar atau supermarket.  

Perlu kamu ketahui bahwa gaya hidup zero waste bukan berarti mengkriminalkan barang-barang plastik, barang sekali pakai dan sejenisnya. Konsep zero waste lebih kepada pengendalian diri kita untuk tidak lagi konsumtif dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kita menjadi lebih sadar terhadap apa yang kita beli dan konsumsi, dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan.

Karena zero waste adalah gaya hidup, tentunya butuh proses untuk menjalaninya. Lakukan perlahan, tapi pasti dan konsisten. Hal yang bisa kamu lakukan di awal adalah perbanyak literasi, update dengan informasi terkait kondisi lingkungan kita. Kesadaran terhadap dampak untuk lingkungan yang akan didapat dengan kita mengaplikasikan gaya hidup zero waste di kehidupan sehari-hari akan menjadi motivasi untuk menerapkan gaya hidup bebas sampah ini.

Penanaman budaya positif di sekolah memang tidaklah mudah, dibutuhkan komitmen dari setiap warga sekolah untuk bersama-sama mencapai tujuan yang diinginkan. Dukungan dari pimpinan sekolah, rekan guru dan orang tua siswa sangatlah dibutuhkan guna memberikan tenaga tambahan bagi guru dan siswa guna mewujudkan impian bersama. 

H.    Dokumentasi Program

1.      Koordinasi dengan Pimpinan Sekolah



2.      Sosialisasi dengan rekan guru

3.      Sosialisasi dengan penjaga kantin sekolah

4.      Sosialisasi dengan siswa

     
     
        5.   Sosialisasi dengan OSIS dan Pengurus Ekskul


       6.      Lingkungan sekolah yang bersih


        7.      Media pembudayaan positif


        8.      Pembuatan Biopori


         9. Pembuatan dan pemanfaatan Ecobrick


10.  Video deklarasi


Minggu, 25 April 2021

ABS

 

Apa sih ABS itu?

Anti-lock Braking System??

atau singkatan dari Asal Bapak Senang??

Keduanya memang benar akronim dari ABS, lalu apa koneksi dari keduanya jika dihubungkan dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.

Tujuan Pendidikan dan Konsep Pemikiran KHD

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan bertubuh sehat. Bagaimanakah citra manusia di Indonesia berdasarkan konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara itu?

Pertama, manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Kedua, manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi (tahu banyak dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuknya (misalnya: karena rekayasa penjajah berupa indoktrinasi). Manusia yang maju pikirannya adalah manusia yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya, dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk pembodohan.

Ketiga, manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada tataran fisik atau tubuh adalah yang tidak semata sehat secara jasmani, tapi lebih-lebih memiliki pengetahuan yang benar tentang fungsi-fungsi tubuhnya dan memahami fungsi-fungsi itu untuk memerdekakan dirinya dari segala dorongan ke arah tindakan kejahatan. Dalam praksis kehidupan, kemajuan dalam tubuh bisa dipahami sebagai memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis.

Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas selaras dengan tujuan pendidikan Indonesia saat ini yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pendidikan mengembangkan aspek Kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap), dan Psikomotor (Keterampilan).

Ki Hadjar Dewantara memaparkan konsep-konsep pemikiran demi tercapainya Tujuan Pendidikan tersebut, Konsep-konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah:

1.      Menuntun ( mengarahkan/membimbing ) peserta didik

2.      Menggunakan Filosofi Petani dalam memberikan pengajaran terhadap peserta didik

3.      Menanamkan budi pekerti yang baik kepada peserta didik (pembentukan karakter)

4.      Ciptakan suasana sekolah seperti rumah sendiri sehingga peserta didik merasa senang dan nyaman belajar dengan menerapkan konsep belajar bermain tradisonal sesuai dengan budaya dan tradisi kita.

5.      Menerapkan pendidikan yang berpihak kepada peserta didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik.

Dari kelima konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara di atas, jika dapat penulis simpulkan menjadi satu maka konsep Menerapkan Pendidikan yang berpihak kepada peserta didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik merupakan konsep yang bisa menampung/mengintegrasikan konsep-konsep lainnya. Lalu apa hubungan ABS dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut? Mari kita analogikan!

 

 Asal Bapak Senang

ABS yang satu ini asalmulanya adalah nama sebuah band yang dibentuk oleh Pasukan Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) saat itu bernana Detasemen Kawal Pribadi (DKP) pada pemerintahan Presiden Sukarno. Dikala itu Presiden Sukarno suka musik dan menari, Ia pernah punya ajudan bernama Nelson Tobing yang pandai bernyayi, Tari kesukaan Presiden Sukarno adalah tari lenso yang merupakan tarian muda-mudi dari daerah Maluku dan Minahasa. Untuk mengiringi tarian Sukarno tersebut di istana, maka Detasemen Kawal Pribadi (DKP) membentuk band bernama Asal Bapak Senang (ABS). “Istilah tersebut suci murni, tidak mengandung muatan politik sedikit pun. Band kami menjadi tersohor karena singkatan ini. Satu-satunya band yang dapat mengikuti kehendak Bung Karno hanya band polisi pengawal pribadi Sukarno” kata Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian tentang Bung Karno, 1945-1967 (1999:133)

ABS adalah singkatan dari Asal Bapak Senang (sebutan untuk kata-kata, sikap manis yang dilakukan untuk menyenangkan hati atasan). Istilah ini semakin santer bermakna demikian saat jaman Orde Baru. Sekarang-sekarang ini istilah ini mulai meluas lingkupnya, bisa berarti Asal Boss Senang, Asal Bapak (Guru) Senang, Asal Bu (Guru) Senang. Memang maknanya masih serupa yaitu perilaku baik ucapaan maupun perbuatan yang dilakukan hanya untuk membuat orang lain senang. Walaupun mungkin perkataan atau perbuatan tersebut tidaklah baik/benar tapi tetap dilakukan agar dipandang patuh/menurut atas apa yang diperintahkan. Perilaku tersebut bisa muncul dikarenakan adanya pertentangan dari dalam diri seseorang akibat dari timbulnya rasa takut akan ancaman dan hukuman serta keinginan untuk “dianggap” baik/patuh. Dewasa ini dalam dunia pendidikan sikap semacam ini sering dilakukan oleh beberapa siswa untuk “membuat senang” bapak/ibu gurunya dengan memunculkan sikap/karakter palsu.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang Indonesia adalah pendidikan yang tidak memakai syarat paksaan, ancaman apalagi hukuman. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam khasanah nilai-nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih sayang, cinta akan kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan. Hal tersebut tertuang dalam konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa Pendidikan harus berpihak kepada anak/peserta didik, bahwa pendidikan harus dilaksanakan dengan penuh kasih sayang sehingga terciptanya jalinan emosi yang erat antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa akan merasa dekat dengan guru, sehingga timbul karakter yang alami, murni muncul dari dalam diri. Bukan karakter pura-pura, yang timbul akibat adanya paksaan dan hukuman.

 

Anti-lock Braking System

Secara sederhana, Anti-lock Braking System (ABS) dapat dipahami sebagai sebuah sistem pengereman yang mencegah kendaraan mengunci roda saat Anda mengerem mendadak. Sistem pengereman seperti ini dulu diterapkan pada pesawat terbang saja. Namun, kini juga sudah diadopsi pada kendaraan yang lebih kecil seperti motor dan mobil. Pada kendaraan model lama atau yang tidak menggunakan sistem ABS, roda akan otomatis mengunci saat Anda mengerem mendadak. Hal ini tentu berbahaya karena Anda akan kehilangan kontrol kemudi. Oleh karena itu sistem ABS tidak ada dalam komponen rem tromol, lain halnya saat kendaraan Anda memiliki pengereman ABS, laju kendaraan akan tetap stabil meski saat mengerem mendadak. Pada rem ABS, saat Anda tiba-tiba mengerem, sensor akan langsung mendeteksi gerakan kendaraan. Sensor ini kemudian akan langsung terhubung pada piston rem. Sensor canggih pada ABS dapat membantu mendeteksi ketika roda mengunci. Kemudian, modulator secara otomatis akan menerima sinyal ketika hal tersebut terjadi. Setelah itu, piston rem pada motor akan mengendurkan tekanan pada minyak rem dari caliper. Begitu roda berputar kembali, piston akan mengeraskan tekanan rem. Tekanan pada piston rem akan kembali pada tingkatan normal jika penguncian pada roda motor berkurang. Peningkatan pada minyak rem juga hanya terjadi 15-50 kali per detik.

Perkembangan ABS pada kendaraan bermotor sekarang ini semakin canggih. Pada 1950-an, sistem pengereman rem ABS mulai dikembangkan untuk kendaraan roda empat. Dilansir dari Auto Express, mobil jalan raya pertama yang dilengkapi ABS adalah Jensen FF tahun 1966. FF merupakan mobil sport pertama yang memiliki fitur gerak empat roda dengan rem ABS. Rem ABS yang digunakan buatan Maxaret yang menggunakan teknologi hidrolik, yang notabene terlalu rumit dan mahal. Baru pada tahun 1978 penerapan awal ABS dengan sistem elektronik pada kendaraan mobil Mercedes Benz dan Bosch pada mobil model S-Class. Perkembangan selanjutnya sistem pengereman ABS mulai diterapkan pada kendaraan roda dua. Pemasangan Rem ABS awal dipasang pada rem roda depan di kendaraan motor/mobil, tapi dewasa ini seiring dengan perkembangan teknologi rem ABS dipasang juga pada roda belakang motor/mobil.

           Lalu apa kaitannya Anti-lock Braking System ini dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan. Jika kita lihat dari sistem pengereman umumnya (sistem Tromol atau Cakram Biasa) pengeraman akan terjadi secara konstan sesuai dengan tuas rem yang kita tarik/injak. Pengereman semacam ini jika dalam kondisi mengerem secara mendadak maka akan bisa menyebabkan roda tekunci. Jika sirtuasi seperti itu terjadi pada kondisi jalan yang licin, akan mengakibatkan laju kendaraan menjadi selip dan pengemudi akan kehilangan kontrol dari kendaraannya. Kondisi tersebut akan mengakibatkan kendaraan terus melaju tak terkendali hingga bisa menimbulkan kecelakaan. Berbeda dengan pengereman yang sudah menerapkan teknologi ABS, sistem pengereman akan terjadi berulang kali dalam sepersekian detik. Sehingga roda tidak terkunci dan pengemudi masih bisa mengendalikan kemudi untuk menghindari musibah yang mungkin bisa terjadi. Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa pengereman tidak bisa dilakukan secara sama untuk kondisi tertentu. Dengan sistem ABS pengereman akan mempunyai personalisasi sendiri sesuai situasi yang tertangkap sensor pada sistem tersebut. Hal ini sejalan dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan bahwa sistem pendidikan harus memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik.

Konsep pemikiran tersebut dapat kita maknai kita sebagai pendidik harus menempatkan peserta didik sebagai subyek, bukan obyek pendidikan. Artinya, peserta didik diberi ruang yang seluasnya untuk melakukan eksplorasi potensi-potensi dirinya dan kemudian berekspresi secara kreatif, mandiri dan bertanggungjawab. Seperti kita ketahui bahwa setiap peserta didik mempunyai karakter, dan kemampuan yang berbeda-beda. Olehkarena itu kita jangan menerapkan pola/metode yang sama apalagi mengharap output yang sama sesuai yang kita inginkan. Analogi sederhananya adalah janganlah kita adakan perlombaan berenang untuk hewan air (ikan) dengan hewan udara (burung). Atau lah perlombaan memanjat pohon untuk hewan mamalia (monyet) dengan hewan mamalia lain (kambing). Dari analogi tersebut dapat kita pelajari bahwa setiap hewan mempunyai karakter dan kemampuan masing masing. Begitu juga peserta didik sebagai manusia tentu juga memiliki hal yang sama.

 

Kesimpulan

Meskipun Ki Hadjar Dewantara belajar ilmu kependidikan di barat, dia tidak mau menerapkan sistem pendidikan barat di Indonesia. Sistem barat dipandangnya tidak cocok karena dasar-dasarnya adalah perintah, hukuman dan ketertiban yang bersifat paksaan. Pendidikan model ini, menurut Ki Hadjar, merupakan upaya sistematik dalam perkosaan terhadap kehidupan batin anak-anak. Hal itu jelas berbahaya bagi perkembangan budi pekerti anak-anak sebab pendidikan demikian tidak membangun budi pekerti anak-anak, melainkan merusaknya. Paksaan dan hukuman dalam proses pendidikan yang kadangkala tidak setimpal dengan kesalahan anak didik bukannya memperkuat mentalitas anak-anak, melainkan memperlemahnya di kemudian hari. Anak tidak menjadi pribadi yang mandiri, tidak memiliki inisiatif, tidak kreatif. Dalam kehidupan nyata ia tidak dapat bekerja kalau tidak dipaksa dan diperintah. Jadi, produk pendidikan barat, di hadapan Ki Hadjar, adalah manusia-manusia pasif yang dangkal kesadarannya untuk berkreasi secara mandiri.

Mendidik adalah mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Praksis pendidikan dalam perspektif ini memang mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya membangun kesadaran, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat “hukuman”. Berdasarkan metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang dalam penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai kultural yang khas Indonesia. Maka pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang dalam potensi-potensi diri (kognisi, afeksi, psikomotorik, konatif, kehidupan sosial dan spiritual). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan metode paksaan, tapi memberi pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan sosialnya. Guru boleh terlibat langsung dalam kehidupan anak tatkala anak itu dipandang berada pada jalan yang salah. Tapi pada prinsipnya tidak bersifat paksaan. Keterlibatan pada kehidupan anak tetap dalam konteks penyadaran dan asas kepercayaan bahwa anak itu pribadi yang tetap harus dihormati hak-haknya untuk dapat bertumbuh menurut kodratnya.

Jadi mari kita selaku pendidik melaksanakan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu: Menerapkan Pendidikan yang berpihak kepada peserta didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik. Kita lakukan konsep ABS, yaitu

Ajari kami sesuai Bakat dengan penuh kasih Sayang.

  ZERO WASTE IS POSSIBLE (Sebuah langkah kecil SMAN 1 Babakan Kab. Cirebon dalam mendukung kelestarian lingkungan)   A.     Latar Bela...