Apa
sih ABS itu?
Anti-lock
Braking System??
atau
singkatan dari Asal Bapak Senang??
Keduanya
memang benar akronim dari ABS, lalu apa koneksi dari keduanya jika dihubungkan
dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.
Tujuan Pendidikan dan Konsep Pemikiran KHD
Menurut Ki
Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam
rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu
membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan
bertubuh sehat. Bagaimanakah citra manusia di Indonesia berdasarkan konsepsi
pendidikan Ki Hadjar Dewantara itu?
Pertama, manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang
memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk
berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Budi pekerti adalah istilah yang memayungi
perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama,
adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan universal.
Kedua, manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah
yang cerdas kognisi (tahu banyak dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu
membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan
bentuknya (misalnya: karena rekayasa penjajah berupa indoktrinasi). Manusia
yang maju pikirannya adalah manusia yang berani berpikir tentang realitas yang
membelenggu kebebasannya, dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk
pembodohan.
Ketiga, manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada
tataran fisik atau tubuh adalah yang tidak semata sehat secara jasmani, tapi
lebih-lebih memiliki pengetahuan yang benar tentang fungsi-fungsi tubuhnya dan
memahami fungsi-fungsi itu untuk memerdekakan dirinya dari segala dorongan ke
arah tindakan kejahatan. Dalam praksis kehidupan, kemajuan dalam tubuh bisa
dipahami sebagai memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan
keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang
humanis.
Konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas selaras dengan tujuan pendidikan
Indonesia saat ini yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Pendidikan mengembangkan aspek Kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap),
dan Psikomotor (Keterampilan).
Ki Hadjar
Dewantara memaparkan konsep-konsep pemikiran demi tercapainya Tujuan Pendidikan
tersebut, Konsep-konsep
pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah:
1. Menuntun ( mengarahkan/membimbing ) peserta didik
2. Menggunakan Filosofi Petani dalam memberikan pengajaran
terhadap peserta didik
3. Menanamkan budi pekerti yang baik kepada peserta
didik (pembentukan karakter)
4. Ciptakan suasana sekolah seperti rumah sendiri
sehingga peserta didik merasa senang dan nyaman belajar dengan menerapkan
konsep belajar bermain tradisonal sesuai dengan budaya dan tradisi kita.
5. Menerapkan pendidikan yang berpihak kepada peserta
didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat
dan minat peserta didik.
Dari kelima konsep
pemikiran Ki Hadjar Dewantara di atas, jika dapat penulis simpulkan menjadi
satu maka konsep Menerapkan
Pendidikan yang berpihak kepada peserta didik dengan memberikan pelayanan yang
maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik merupakan konsep yang bisa menampung/mengintegrasikan
konsep-konsep lainnya. Lalu apa hubungan ABS dengan konsep pemikiran Ki Hadjar
Dewantara tersebut? Mari kita analogikan!
ABS yang satu
ini asalmulanya adalah nama sebuah band yang dibentuk oleh Pasukan Cakrabirawa (Pasukan
Pengawal Presiden) saat itu bernana Detasemen Kawal Pribadi (DKP) pada
pemerintahan Presiden Sukarno. Dikala itu Presiden Sukarno suka musik dan menari,
Ia pernah punya ajudan bernama Nelson Tobing yang pandai bernyayi, Tari
kesukaan Presiden Sukarno adalah tari lenso yang merupakan tarian muda-mudi
dari daerah Maluku dan Minahasa. Untuk mengiringi tarian Sukarno tersebut di
istana, maka Detasemen Kawal Pribadi (DKP) membentuk band bernama Asal Bapak
Senang (ABS). “Istilah tersebut suci murni, tidak mengandung muatan politik
sedikit pun. Band kami menjadi tersohor karena singkatan ini. Satu-satunya band
yang dapat mengikuti kehendak Bung Karno hanya band polisi pengawal pribadi
Sukarno” kata Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian
tentang Bung Karno, 1945-1967 (1999:133)
ABS adalah
singkatan dari Asal Bapak Senang (sebutan untuk kata-kata, sikap manis yang
dilakukan untuk menyenangkan hati atasan). Istilah ini semakin santer bermakna
demikian saat jaman Orde Baru. Sekarang-sekarang ini istilah ini mulai meluas lingkupnya,
bisa berarti Asal Boss Senang, Asal Bapak (Guru) Senang, Asal Bu (Guru) Senang.
Memang maknanya masih serupa yaitu perilaku baik ucapaan maupun perbuatan yang
dilakukan hanya untuk membuat orang lain senang. Walaupun mungkin perkataan
atau perbuatan tersebut tidaklah baik/benar tapi tetap dilakukan agar dipandang
patuh/menurut atas apa yang diperintahkan. Perilaku tersebut bisa muncul
dikarenakan adanya pertentangan dari dalam diri seseorang akibat dari timbulnya
rasa takut akan ancaman dan hukuman serta keinginan untuk “dianggap” baik/patuh.
Dewasa ini dalam dunia pendidikan sikap semacam ini sering dilakukan oleh beberapa
siswa untuk “membuat senang” bapak/ibu gurunya dengan memunculkan sikap/karakter
palsu.
Menurut Ki
Hadjar Dewantara, metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang
Indonesia adalah pendidikan yang tidak memakai syarat paksaan, ancaman apalagi
hukuman. Orang Indonesia adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup
dalam khasanah nilai-nilai tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih
sayang, cinta akan kedamaian, ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata
dan tindakan. Hal tersebut tertuang dalam konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara
bahwa Pendidikan harus berpihak kepada
anak/peserta didik, bahwa pendidikan harus dilaksanakan dengan penuh kasih
sayang sehingga terciptanya jalinan emosi yang erat antara guru dan siswa.
Dengan demikian siswa akan merasa dekat dengan guru, sehingga timbul karakter
yang alami, murni muncul dari dalam diri. Bukan karakter pura-pura, yang timbul
akibat adanya paksaan dan hukuman.
Anti-lock
Braking System
Secara sederhana, Anti-lock Braking System (ABS)
dapat dipahami sebagai sebuah sistem pengereman yang mencegah kendaraan
mengunci roda saat Anda mengerem mendadak. Sistem pengereman
seperti ini dulu diterapkan pada pesawat terbang saja. Namun, kini juga sudah
diadopsi pada kendaraan yang lebih kecil seperti motor dan mobil. Pada kendaraan
model lama atau yang tidak menggunakan sistem ABS, roda akan otomatis mengunci
saat Anda mengerem mendadak. Hal ini tentu berbahaya karena Anda akan
kehilangan kontrol kemudi. Oleh karena itu sistem ABS tidak ada dalam komponen rem tromol, lain
halnya saat kendaraan Anda memiliki pengereman ABS, laju kendaraan akan tetap
stabil meski saat mengerem mendadak. Pada rem ABS, saat Anda tiba-tiba
mengerem, sensor akan langsung mendeteksi gerakan kendaraan. Sensor ini
kemudian akan langsung terhubung pada piston rem. Sensor canggih pada ABS dapat membantu mendeteksi ketika
roda mengunci. Kemudian, modulator secara otomatis akan menerima sinyal ketika
hal tersebut terjadi. Setelah itu, piston rem pada motor akan mengendurkan
tekanan pada minyak rem dari caliper. Begitu roda berputar kembali, piston akan
mengeraskan tekanan rem. Tekanan pada piston rem akan
kembali pada tingkatan normal jika penguncian pada roda motor berkurang.
Peningkatan pada minyak rem juga hanya terjadi 15-50 kali per detik.
Perkembangan
ABS pada kendaraan bermotor sekarang ini semakin canggih. Pada 1950-an, sistem
pengereman rem ABS mulai dikembangkan untuk kendaraan roda empat. Dilansir dari
Auto Express, mobil jalan raya pertama yang dilengkapi ABS adalah Jensen FF
tahun 1966. FF merupakan mobil sport pertama yang memiliki fitur gerak empat
roda dengan rem ABS. Rem ABS yang digunakan buatan Maxaret yang
menggunakan teknologi hidrolik, yang notabene terlalu rumit dan mahal. Baru pada
tahun 1978 penerapan awal ABS dengan sistem elektronik pada kendaraan mobil
Mercedes Benz dan Bosch pada mobil model S-Class. Perkembangan selanjutnya
sistem pengereman ABS mulai diterapkan pada kendaraan roda dua. Pemasangan Rem
ABS awal dipasang pada rem roda depan di kendaraan motor/mobil, tapi dewasa ini
seiring dengan perkembangan teknologi rem ABS dipasang juga pada roda belakang
motor/mobil.
Lalu
apa kaitannya Anti-lock Braking System ini dengan konsep pemikiran Ki Hadjar
Dewantara terhadap pendidikan. Jika kita lihat dari sistem pengereman umumnya
(sistem Tromol atau Cakram Biasa) pengeraman akan terjadi secara konstan sesuai
dengan tuas rem yang kita tarik/injak. Pengereman semacam ini jika dalam
kondisi mengerem secara mendadak maka akan bisa menyebabkan roda tekunci. Jika sirtuasi
seperti itu terjadi pada kondisi jalan yang licin, akan mengakibatkan laju
kendaraan menjadi selip dan pengemudi akan kehilangan kontrol dari
kendaraannya. Kondisi tersebut akan mengakibatkan kendaraan terus melaju tak
terkendali hingga bisa menimbulkan kecelakaan. Berbeda dengan pengereman yang
sudah menerapkan teknologi ABS, sistem pengereman akan terjadi berulang kali
dalam sepersekian detik. Sehingga roda tidak terkunci dan pengemudi masih bisa
mengendalikan kemudi untuk menghindari musibah yang mungkin bisa terjadi. Dari
sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa pengereman tidak bisa dilakukan secara
sama untuk kondisi tertentu. Dengan sistem ABS pengereman akan mempunyai
personalisasi sendiri sesuai situasi yang tertangkap sensor pada sistem
tersebut. Hal ini sejalan dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam
pendidikan bahwa sistem pendidikan harus
memberikan
pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat dan minat peserta didik.
Konsep pemikiran
tersebut dapat kita maknai kita sebagai pendidik harus menempatkan peserta
didik sebagai subyek, bukan obyek pendidikan. Artinya, peserta didik diberi
ruang yang seluasnya untuk melakukan eksplorasi potensi-potensi dirinya dan
kemudian berekspresi secara kreatif, mandiri dan bertanggungjawab. Seperti kita
ketahui bahwa setiap peserta didik mempunyai karakter, dan kemampuan yang berbeda-beda.
Olehkarena itu kita jangan menerapkan pola/metode yang sama apalagi mengharap
output yang sama sesuai yang kita inginkan. Analogi sederhananya adalah
janganlah kita adakan perlombaan berenang untuk hewan air (ikan) dengan hewan
udara (burung). Atau lah perlombaan memanjat pohon untuk hewan mamalia (monyet)
dengan hewan mamalia lain (kambing). Dari analogi tersebut dapat kita pelajari
bahwa setiap hewan mempunyai karakter dan kemampuan masing masing. Begitu juga
peserta didik sebagai manusia tentu juga memiliki hal yang sama.
Kesimpulan
Meskipun Ki
Hadjar Dewantara belajar ilmu kependidikan di barat, dia tidak mau menerapkan
sistem pendidikan barat di Indonesia. Sistem barat dipandangnya tidak cocok
karena dasar-dasarnya adalah perintah, hukuman dan ketertiban yang bersifat
paksaan. Pendidikan model ini, menurut Ki Hadjar, merupakan upaya sistematik
dalam perkosaan terhadap kehidupan batin anak-anak. Hal itu jelas berbahaya
bagi perkembangan budi pekerti anak-anak sebab pendidikan demikian tidak
membangun budi pekerti anak-anak, melainkan merusaknya. Paksaan dan hukuman
dalam proses pendidikan yang kadangkala tidak setimpal dengan kesalahan anak
didik bukannya memperkuat mentalitas anak-anak, melainkan memperlemahnya di
kemudian hari. Anak tidak menjadi pribadi yang mandiri, tidak memiliki
inisiatif, tidak kreatif. Dalam kehidupan nyata ia tidak dapat bekerja kalau
tidak dipaksa dan diperintah. Jadi, produk pendidikan barat, di hadapan Ki
Hadjar, adalah manusia-manusia pasif yang dangkal kesadarannya untuk berkreasi
secara mandiri.
Mendidik adalah
mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Praksis pendidikan dalam perspektif ini
memang mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya
membangun kesadaran, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat “hukuman”. Berdasarkan
metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang dalam
penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai kultural yang khas Indonesia. Maka
pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan
berkembang dalam potensi-potensi diri (kognisi, afeksi, psikomotorik, konatif,
kehidupan sosial dan spiritual). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan
metode paksaan, tapi memberi pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami yang
terbaik bagi dirinya dan lingkungan sosialnya. Guru boleh terlibat langsung
dalam kehidupan anak tatkala anak itu dipandang berada pada jalan yang salah.
Tapi pada prinsipnya tidak bersifat paksaan. Keterlibatan pada kehidupan anak
tetap dalam konteks penyadaran dan asas kepercayaan bahwa anak itu pribadi yang
tetap harus dihormati hak-haknya untuk dapat bertumbuh menurut kodratnya.
Jadi mari kita
selaku pendidik melaksanakan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu: Menerapkan Pendidikan yang berpihak kepada peserta
didik dengan memberikan pelayanan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan bakat
dan minat peserta didik. Kita lakukan konsep ABS, yaitu
Ajari kami sesuai Bakat dengan penuh kasih Sayang.